SURABAYA — Masa remaja adalah fase di mana emosional, kognitif, fisik, dan psikologi berproses menjadi lebih matang. Tak jarang, dalam proses tersebut, banyak tekanan yang membelenggu hingga memunculkan rasa depresi yang tak tertahankan. Fenomena ini tak boleh disepelekan begitu saja. Pasalnya, acapkali rasa itu mendorong orang yang mengalaminya untuk bertekad mengakhiri hidup.
Depresi merupakan suatu gangguan suasana perasaan. Seseorang yang mengalami depresi akan mengalami suasana hati yang sedih, hampa, putus asa, atau bahkan kehilangan minat dan semangat untuk menjalani aktivitas. Umumnya, peristiwa tersebut disebabkan oleh adanya perubahan hormon, faktor genetik, penyakit, dan pengalaman hidup yang dapat memicu stress seperti perceraian.
Salah satu professor Universidade Federal do Rio Grande do Sul Christian Kieling MD PhD menyatakan, tingkat depresi yang dialami remaja akan meningkat 10 hingga 20 persen tiap tahunnya. Sejalan dengan itu, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa pada 2019, sekitar 300 juta orang di dunia mengalami depresi, di mana 15, 6 juta di antaranya adalah orang Indonesia.
Namun rupanya, dari data tersebut, hanya ditemukan kurang lebih sembilan persen orang yang melakukan pengobatan ke profesional. Penyebabnya pun beragam, mulai dari stigma dan ketakutan untuk ke psikiater hingga besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk konsultasi. Padahal, konsultasi serta terapi adalah solusi paling tepat untuk mengurangi tingkat depresi secara perlahan.
Dilansir dari laman kompas.com, dokter spesialis kedokteran jiwa Indonesia Teddy Hidayat mengungkapkan, terdapat 800 ribu orang di dunia yang meninggal dunia setiap tahunnya akibat bunuh diri. Di mana 80 hingga 90 persen di antaranya dipicu oleh gangguan mental-emosional, terutama depresi. Selain itu, korban pada umumnya adalah kelompok remaja dengan rentang usia 15 – 29 tahun.
Baca juga:
Alex Wibisono: Demokrasi Kentut
|
Ilustrasi bunuh diri (Dok. Istimewa)
Menilik fakta tersebut, depresi tentu tak boleh disepelekan begitu saja. Oleh karena itu, sebagai sesama manusia, sudah sepatutnya kita untuk lebih peduli terhadap sesama, terlebih kepada orang terdekat. Tak harus memakai cara rumit untuk dapat membantu mereka.
Hal itu bisa dilakukan dengan mendengarkan perkataan mereka, mengatakan bahwa kita akan selalu ada untuk mereka, memberi dorongan dan afirmasi positif untuk bisa melepas mereka dari belenggu tekanan yang tak sanggup mereka hadapi, hingga menawarkan bantuan yang sekiranya dapat dilakukan. Sebab pada dasarnya, mereka butuh sosok yang bisa mendengarkan tanpa menghakimi.
Di samping itu, edukasi mengenai tindakan alternatif dalam menangani depresi juga perlu digalakkan. Pasalnya, tidak semua orang paham mengenai gejala awal dan solusi yang harus dilakukan saat tengah mengalami depresi. Dengan tindakan tersebut, kita dapat mengurangi kasus percobaan bunuh diri akibat depresi sekaligus menjaga orang-orang yang kita sayangi. (*)
Surabaya, 22 Mei 2023
Ditulis oleh: Nabila Hisanah Yusri Departemen Teknik Kelautan Angkatan 2022
Reporter ITS Online